Pendidikan Lingkungan Hidup


Pemanasan global bukan sekedar issue atau kabar burung, namun dampak dari fenomena alam ini telah mulai kita rasakan dalam 10 tahun terakhir. perubahan iklim yang tidak menantu sehingga berakibat kekeringan dan terhambatnya produktifitas pertanian,tanah longsor,banjir,gempa hingga meletusnya gunung berapi.
Manusia jelas memiliki kontribusi terbesar, selain pertumbuhan populasinya yang semakin meningkat,perubahan perilaku dan budaya sesuai kemajuan jaman membuat semuanya di buat instan dan lebih berpihak kepada kapitalis mengikis proses-proses pemberdayaan masyarakat..
Memberikan pengetahuan dan pengenalan terhadap pengelohan lingkungan sejak dini merupakan salah satu kegiatannya dengan memberikan tempat untuk berlatih membibit berbagai tanaman sehingga anak akan dapat mendalami pertumbuhan serta perkembangannya. " anak-anak di ajari membibit tanaman kalo perlu di setiap tanaman di beri label namanya ,sehingga anak akan merasa bangga dan memiliki bahwa dia mampu berbuat untuk melakukan penghijauan,demikian salah satu kreatif dari warga kauman baru.
Dengan melatih dengan pendekatan "bermain dan berkebun " merupakan upaya-upaya mendidik anak untuk bersosialisasi,bekerja sama, serta memberikan pemahaman artinya bersyukur kepada Tuhan YME.
Di Kauman Baru, kegiatan pembibitan tersebut di lakukan dalam sebuah Greenhouse ( rumah pembibitan ) di lokasi IPAL KOMUNAL Pleret. di mana terdapat sumber air dari hasil penyaringan IPAL sehingga mampu di manfaatkan kembali karena telah menjadi air baku kembali. sukses untuk kauman baru.

Halal bi Halal



Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Dalam rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal. Kemudian instansi-instansi pemerintah/swasta juga mengadakan halal bihalal, yang pesertanya meliputi warga masyarakat dari berbagai pemeluk agama.
Sampai pada tahap ini halal bihalal telah berfungsi sebagai media pertemuan dari segenap warga masyarakat. Dan dengan adanya acara saling memaafkan, maka hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab dan penuh kekeluargaan.
Karena halal bihalal mempunyai efek yang positif bagi kerukunan dan keakraban warga masyarakat, maka tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan dikembangkan. Lebih-lebih pada akhir-akhir ini di negeri kita sering terjadi konflik sosial yang disebabkan karena pertentangan kepentingan.

Seorang budayawan terkenal Dr Umar Khayam (alm), menyatakan bahwa tradisi Lebaran nmerupakan terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya tersebut demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Akhirnya tradisi Lebaran itu meluas ke seluruh wilayah Indonesia, dan melibatkan penduduk dari berbagai pemeluk agama. Untuk mengetahui akulturasi kedua budaya tersebut, kita cermati dulu profil budaya Islam secara global. Di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam melaksanakan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan. Yang ada hanyalah beberapa orang secara sporadis berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.
Menurut tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Alquran Surat Ali Imran ayat 134).
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...